Punya Harta Miliaran, Ini Profil 8 Hakim Konstitusi yang Tangani Sengketa Pilpres 2024

26 April 2024, 08:28 WIB
8 Hakim Konstitusi yang Tangani Sengketa Pilpres 2024 /Kolase foto/mkri/LHKPN/

PIKIRAN RAKYAT BMR - Berikut ini profil lengkap dari 8 Hakim Konstitusi yang menangani sengketa Pilpres tahun 2024.

8 Hakim Konstitusi yang menangani sengketa Pilpres tahun 2024 itu adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Muhammad Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.

Diberitakan sebelumnya, dari 8 hakim konstitusi, ada 3 hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

3 hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) itu adalah Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.

Sebagaimana diketahui, Senin 22 April 2024, gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan baik paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan pangan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Lantas, seperti apa sosok 8 Hakim Konstitusi yang menangani sengketa Pilpres tahun 2024?

Nah, berikut ini PR BMR ulas profil 8 Hakim Konstitusi yang menangani sengketa Pilpres tahun 2024.

Bukan hanya profil, harta kekayaan 8 Hakim Konstitusi yang menangani sengketa Pilpres tahun 2024 juga diulas.

Berikut profil dan rincian harta kekayaan 8 Hakim Konstitusi yang menangani sengketa Pilpres tahun 2024:


1. Suhartoyo

Harta Kekayaan

Harta kekayaan Suhartoyo tanggal lapor 31 Desember 2023 sebanyak Rp.11.295.133.053.

Berikut rincian lengkap harta kekayaan Suhartoyo dilansir dari laman LHKPN;

Baca Juga: 3 Kader PDIP Difavoritkan Dampingi Meiddy Makalalag di Pilkada Kotamobagu 2024, Mekal Oke Mencuat

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 6.486.585.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 900 m2/150 m2 di KAB / KOTA
SLEMAN, HIBAH DENGAN AKTA Rp. 608.350.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 1225 m2/256 m2 di KAB / KOTA
KOTA METRO , HIBAH DENGAN AKTA Rp. 500.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 250 m2/152 m2 di KAB / KOTA
TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp. 1.200.000.000
4. Tanah dan Bangunan Seluas 334 m2/54 m2 di KAB / KOTA
LAMPUNG TENGAH, HIBAH DENGAN AKTA Rp. 350.000.000
5. Tanah dan Bangunan Seluas 398 m2/54 m2 di KAB / KOTA KOTA
METRO , HIBAH DENGAN AKTA Rp. 500.000.000
6. Tanah dan Bangunan Seluas 166 m2/105 m2 di KAB / KOTA
TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp. 678.015.000
7. Tanah dan Bangunan Seluas 373 m2/332 m2 di KAB / KOTA
TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp. 1.900.220.000
8. Tanah dan Bangunan Seluas 288 m2/200 m2 di KAB / KOTA
SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 750.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 700.000.000
1. MOBIL, TOYOTA HARDTOP JEEP Tahun 1982, HASIL SENDIRI
Rp. 100.000.000
2. MOBIL, JEEP WILYS JEEP Tahun 1960, HASIL SENDIRI Rp.
50.000.000 3. MOBIL, ALPHARD TIPE G Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp.
550.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 188.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 3.920.548.053
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 11.295.133.053
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 11.295.133.053.

Berikut profil 8 Hakim Konstitusi dilansir dari laman mkri.

Profil Suhartoyo

Dr. Suhartoyo S.H., M.H. adalah Ketua MK periode 2023 – 2028. Suhartoyo adalah
Hakim Konstitusi yang lahir di Sleman, 15 November 1959.

Istri Suhartoyo bernama Sustyowati. Sementara anak Suhartoyo bernama Dhesga Selano Margen, Sondra Mukti Lambang Linuwih dan Jeshika Febi Kusumawati.

Pendidikan Suhartoyo S-I Universitas Islam Indonesia (1983), S-2 Universitas Taruma Negara (2003), S-3 Universitas Jayabaya (2014).


Sosok Biasa yang Sederhana

Pada 9 November 2023, hakim konstitusi yang diajukan oleh Mahkamah Agung, Suhartoyo resmi menggantikan Anwar Usman. Keterpilihan Suhartoyo tersebut dilakukan melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang berlangsung pada Kamis (9/11/2023) pagi.

Suhartoyo sebelumnya menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia pun dilantik menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo. Pada 2020, Mahkamah Agung memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi.

Berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah terlintas dalam pikiran Suhartoyo menjadi seorang penegak hukum. Minatnya ketika Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik. Ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Negeri. Namun kegagalannya menjadi mahasiswa ilmu sosial politik memberi berkah tersendiri karena ia akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum “Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi Mahasiswa Ilmu Sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan ilmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” ujar suami dari Sutyowati ini.

Seiring waktu ia semakin tertarik mendalami ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim. Namun karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta. Takdir pun memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya. “Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” jelas penyuka hobi golf dan rally ini.

Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).

Mudah Beradaptasi


Mahkamah Konstitusi merupakan tempat yang sama sekali baru bagi ayah dari tiga orang anak. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak. Jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya. Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK. “Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini (MK, red.) bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” terangnya.

Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi. Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuatnya tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya. “Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.

Percaya Pansel

Pada 2015 silam, keterpilihannya sebagai hakim konstitusi menuai kontroversi. Namun sepak terjangnya sebagai hakim konstitusi selama 7 tahun 11 bulan membuktikan kompetensi dan integritasnya. Dalam beberapa putusan, ia kerap kali berada dalam kubu dissenting opinion. Sebut saja, putusan terbaru mengenai uji materiil batas usia capres dan cawapres, yakni Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial. Dalam putusan tersebut, ia berpendapat terhadap Pemohon yang memohon agar norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu dimaknai sebagaimana selengkapnya dalam petitum permohonannya yang bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, adalah juga tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai pemohon dalam permohonan tersebut. Sehingga pertimbangan hukum pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, mutatis mutandis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pertimbangan hukum dalam pendapat berbedanya dalam putusan permohonan a quo.

Nyaman Menjadi Orang Biasa

Berasal dari lingkungan sederhana, membuatnya tidak terlalu mengandalkan jabatan atau posisi. Baginya menjadi hakim konstitusi, hal yang tinggi dan sebenarnya membuatnya tidak nyaman karena fasilitas yang ada. “Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ungkapnya.

Disinggung mengenai dukungan keluarganya, Suhartoyo menjelaskan ketika pencalonan dirinya yang penuh kontroversi, anak-anaknya justru berpikir untuk apa dirinya menjadi hakim konstitusi. “Karena anak-anak saya berpikir ketika saya dihujat, buat apa jadi hakim konstitusi jika harkat dan martabatnya dilecehkan. ‘Lebih baik jadi orang biasa saja’, kata anak-anak saya,” ingatnya.

Untuk itu, ia pun berharap keberadaannya yang melengkapi sembilan pilar Hakim Konstitusi dapat memenuhi rasa keadilan yang dicari para pencari keadilan ke MK. “Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” tandasnya.

2. Saldi Isra

Harta Kekayaan

Harta kekayaan Saldi Isra tanggal lapor 31 Desember 2023 sebanyak Rp.15.341.070.760.

Berikut rincian harta kekayaan Saldi Isra;

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 4.790.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 403 m2/350 m2 di KAB / KOTA KOTA
PADANG , HASIL SENDIRI Rp. 640.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 787 m2/600 m2 di KAB / KOTA KOTA
PADANG , HASIL SENDIRI Rp. 1.450.000.000
3. Tanah Seluas 2452 m2 di KAB / KOTA KOTA SOLOK , HASIL
SENDIRI Rp. 700.000.000
4. Tanah Seluas 10000 m2 di KAB / KOTA KOTA SOLOK , HASIL
SENDIRI Rp. 2.000.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 190.500.000
1. MOTOR, YAMAHA 1FDC CAST WHEEL Tahun 2015, LAINNYA
Rp. 5.500.000
2. MOBIL, HONDA BRIO RS 1.2 CVT CKD Tahun 2022, HASIL
SENDIRI Rp. 185.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 450.869.000
D. SURAT BERHARGA Rp. 7.000.000.000
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 2.909.701.760
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 15.341.070.760
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 15.341.070.760


Profil Saldi Isra

Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. adalah Hakim Konstitusi yang lahir di Paninggahan-Solok, 20 Agustus 1968.

Istri Saldi Isra bernama Leslie Annisaa Taufik. Sementara anak Saldi Isra bernama Wardah A. Ikhsaniah Saldi, Aisyah ‘Afiah Izzaty Saldi dan Muhammad Haifan Saldi.

Pendidikan Saldi Isra, S-1 Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas (1995), S-2 Institute of Postgraduate Studies and Reserch University of Malaya Kuala Lumpur-Malaysia (2001), S-3 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2009).

Pada 11 April 2017, Presiden Joko Widodo resmi melantik Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra untuk menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017 – 2022. Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017 lalu. Selain Saldi, Pansel Hakim MK saat itu juga menyerahkan dua nama lainnya, yakni dosen Universitas Nusa Cendana (NTT) Bernard L Tanya dan mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wicipto Setiadi.

Putra pasangan Ismail dan Ratina mempunyai nama sejak lahir, Sal. Ketika hendak mendaftar SD, kepala Sekolah menanyakan kepada Sang Ayah perihal namanya yang terllau pendek. Sang Ayah pun menambahi ‘–di’ di belakang namanya menjadi Saldi. Barulah pada kelas 6 SD, ia menambahkan nama ‘Isra’ sebagai nama belakangnya yang merupakan singkatan dari nama kedua orangtuanya tercinta.

“Jadi ISRA itu bukan saya lahir malam isra miraj itu gabungan dari orang tua laki-laki dan perempuan IS itu Ismail dan RA itu Ratina. Jadi ismali ratina itu saya improvisasi tanpa ijin ke orang tua saya, sudahlah saya buat sendiri saja,” kenang penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tersebut.

Tersesat ke Jalan yang Benar

Saldi yang mengambil jurusan fisika pada masa SMA, tidak pernah terbayang untuk mengambil jurusan ilmu hukum. Seperti kebanyakan anak muda seusianya kala itu, cita-citanya hanya masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) atau masuk AKABRI apalagi ia memiliki nilai di atas rata-rata. Ia pun memilih untuk mengikuti PMDK ke ITB, namun siapa sangka, takdir belum berpihak padanya. Ayah tiga anak itu pun tak patah arang. Ia kembali mencoba peruntungannya dengan mengikuti Sipenmaru pada 1988 untuk jurusan Geologi ITB. Kembali, ia harus menelan pil pahit ketika namanya tak lolos. Meski banyak omongan yang hendak mengecilkan semangatnya untuk menjadi mahasiswa ITB, Saldi tetap bersikeras untuk kembali mengikuti UMPTN 1989 dan kembali beroleh kegagalan.

Dua kali gagal, akhirnya membuat Saldi memutuskan hijrah ke Jambi untuk mencari kerja. Usai merasa uang yang dimilikinya cukup untuk melanjutkan kuliah, ia kembali mencoba peruntungannya. Pada 1990, ia kembali mendaftar UMPTN, namun jika sebelumnya ia memilih jurusan IPA, maka ia beralih menjadi IPC dengan pilihan jurusan yang pragmatis. Tiga jurusan tujuannya, yakni Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, dan terakhir, Jurusan Ilmu Hukum Universitas Andalas. Pilihan terakhirnya, menurut Saldi, merupakan pilihan yang tidak ia pikirkan dan ia cantumkan untuk mengisi jurusan IPS.

Pada akhirnya, Saldi pun lolos UMPTN, namun pada jurusan yang tak ia duga sebelumnya; Ilmu Hukum. Namun keinginannya untuk melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan tinggi tercapai. Ia pun kembali ke Padang dari perantauannya ke Jambi. Namun berita lolosnya Saldi sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas tidak serta-merta disambut baik oleh keluarga di Paninggahan, Solok. Keluarga menginginkannya tetap bekerja untuk menyokong perekonomian. Akan tetapi, ia berhasil meyakinkan keluarganya bahwa kuliahnya nantinya tidak akan memberatkan perekonomian keluarga. Untuk itulah, setiap akhir minggu, ia memutuskan mengajar di Madrasah Aliyah dekat dengan kampung halamannya.

Bagi Saldi, menjadi mahasiswa Fakultas Hukum benar-benar pengalaman baru. Jika sebelumnya, ia lebih familiar dengan rumus-rumus matematika dan fisika, kala itu ia harus banyak membaca dan menulis. Ia tetap tekun menjalani masa perkuliahannya sebagai mahasiswa fakultas hukum dan akhirnya menghasilkan Indeks Prestasi Semester 3,71. Ia lebih teryakinkan bahwa pilihannya tidak salah ketika pada Semester 2, Saldi meraih IP 4. Maka tak mengherankan ketika menamatkan pendidikan S1 pada 1995, ia mendapat Predikat Summa Cum Laude dengan IPK 3,86. Usai menamatkan pendidikan S1, Saldi yang merupakan lulusan terbaik langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.

Akademisi, Penulis, sekaligus Aktivis

Ia pun mengabdi pada Universitas Andalas hampir 22 tahun lamanya sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana yang ia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001). Kemudian pada 2009, ia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude. Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.

Di sela kegiatannya sebagai pengajar, Saldi dikenal aktif sebagai penulis baik di berbagai media massa maupun jurnal dalam lingkup nasional maupun internasional. Ribuan karyanya yang ia tulis sejak masih duduk di bangku mahasiswa membuatnya dikenal luas di kalangan masyarakat. Tak heran, jika wajahnya kerap berseliweran di media massa baik elektronik maupun cetak sebagai narasumber. Ia pun dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan. Tak hanya itu, ia juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Tanah Air. Oleh karena itu, ia dikenal dalam dunia hukum tata negara Indonesia sebagai seseorang yang ‘tumbuh di jalanan’.

Impian yang Terwujud

Hal inilah yang awalnya membuat Saldi khawatir dan berulang kali memikirkan impiannya menjabat sebagai hakim konstitusi. Sebagai seorang yang bergelut dalam bidang tata negara, ia tak memungkiri memiliki impian untuk duduk sebagai hakim konstitusi. Namun, ia menuturkan impiannnya menduduki posisi itu setelah usia 55 tahun. Akan tetapi, tiada yang dapat mengira jalan takdir yang dituliskan Tuhan untuk seorang Saldi Isra. Justru di usia yang masih terbilang muda yakni 48 tahun, posisi yang ia impikan berhasil ia duduki.

Bukanlah hal mudah bagi Saldi memutuskan untuk mewujudkan mimpinya sebagai seorang hakim konstitusi. Pergolakan batin dalam dirinya yang merasa belum mumpuni dari sisi usia hingga beratnya hati untuk menanggalkan status sebagai dosen menjadi pemikirannya. Pada akhirnya, kata-kata yang diberikan oleh Mantan Ketua MK periode 2008 – 2013 Moh. Mahfud MD berhasil menggugah hatinya untuk mendaftarkan diri pada proses seleksi hakim konstitusi tahun 2017 yang dibuka Presiden Joko Widodo. “Pak Mahfud pernah mengatakan ‘Mas, kalau Anda tetap tidak mau daftar, Anda sebetulnya tidak mau membuka jalan untuk generasi baru di MK. Nah, itu beberapa pertimbangan saya,” kenang penggemar olahraga bulutangkis ini.

Keberhasilannya tak lepas dari dukungan sang istri tercinta, Leslie Annisaa Taufik dan ketiga orang buah hatinya. Bagi Saldi, keluarga adalah tempat ia kembali pulang dan memulihkan kondisi jiwa dan raga dari jenuhnya aktivitas. Keluarga baginya adalah penyemangat hidup. Ia selalu berupaya untuk makan malam bersama dengan istri dan buah hatinya ketika ia kembali ke Padang.

“Saya kembali dari Jakarta itu dengan pesawat terakhir itu dari Jakarta 19:50. Sampai di Padang pukul 22.00 WIB dan itu saya berusaha untuk tidak makan di penerbangan maupun lounge supaya bisa makan bersama mereka (istri dan anak-anak). Padahal dari bandara ke tempat saya itu berjarak sekitar 35 kilometer. Rata-rata sampai rumah pukul 11.00 malam dan (mereka) masih menunggu,” ceritanya.

Di akhir pembicaraan, ia berharap keberadaannya di MK dapat memberikan sumbangsih bersama dengan hakim konstitusi lainnya beserta segenap pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK untuk mengembalikan muruah MK. Ia berharap semua elemen di MK bekerja di satu titik secara optimal hinggapelan-pelan membawa MK ke level yang lebih tinggi.

3. Arief Hidayat

Harta kekayaan

Harta Arief Hidayat tanggal lapor 31 Desember 2023 sebanyak Rp.11.924.362.474.

Berikut rincian harta kekayaan Arief Hidayat;

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 7.200.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 192 m2/112 m2 di KAB / KOTA
SEMARANG, HASIL SENDIRI Rp. 1.800.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 192 m2/70 m2 di KAB / KOTA
SEMARANG, HASIL SENDIRI Rp. 1.600.000.000
3. Tanah Seluas 192 m2 di KAB / KOTA SEMARANG, HASIL
SENDIRI Rp. 1.200.000.000
4. Tanah dan Bangunan Seluas 252 m2/150 m2 di KAB / KOTA
SEMARANG, HASIL SENDIRI Rp. 2.600.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 2.000.000.000
1. MOBIL, MERCEDES BENZ SEDAN Tahun 2015, HASIL SENDIRI
Rp. 350.000.000
2. MOBIL, JEEP WRANGLER RUBICON JEEP Tahun 2013, HASIL
SENDIRI Rp. 900.000.000
3. MOBIL, LEXUS SUV RX300 Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp.
750.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 1.250.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 1.474.362.474
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 11.924.362.474
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 11.924.362.474 .

Profil Arief Hidayat

Prof. Dr. Arief Hidayat S.H., M.S lahir di Semarang, 3 Pebruari 1956.

Arief Hidayat pernah menjabat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Pertama.

Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Januari 2015 - 14 Juli 2017)

Periode Kedua

Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Juli 2017 – 1 April 2018)

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (6 November 2013 - 12 Januari 2015)

Hakim Konstitusi

Periode Pertama (1 April 2013 - 1 April 2018)

Periode Kedua (1 April 2018 – 27 Maret 2026)

Arief Hidayat istirnya bernama Prof. Dr. Tundjung Herning Sitabuana, S.H.,C.N.,M.Hum. Sementara anaknya Dr. Adya Paramita Prabandari, S.H.,M.L.I.,M.H. + Kurnia Sadewa, S.H.,M.H.

Dr. Airlangga Surya Nagara, S.H.,M.H. + Dr. Elizabeth Ayu Puspita Adi, S.H.,M.H.

Cucu: Indrasta Alif Yudistira, Diandra Paramita Surya Nagara, Darajatun Herjendra Surya Nagara.

Pendidikan:

SD, SMP, SMA di Semarang

S1- Fakultas Hukum UNDIP (1980)

S2 - Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga/UNAIR (1984)

S3 - Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro/UNDIP (2006)

Karier:

Staf Pengajar Fakultas Hukum UNDIP

Staf Pengajar Program Magister Ilmu Hukum (S2 Ilmu Hukum), Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP

Dosen Luar Biasa pada Fakultas Hukum Program S2 dan S3 di berbagai PTN/PTS di Indonesia

Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum; Sekretaris Badan Koordinasi Mahasiswa (BKK)/ Sekretaris Pembantu Rektor III; Pembantu Dekan II Fakultas Hukum; Pembantu Dekan I Fakultas Hukum; Dekan Fakultas Hukum; dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum; kesemuanya di UNDIP

Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, Semarang (2008)

Hakim Konstitusi (2013-2018).

Penghargaan & Tanda Jasa:

Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Republik Indonesia

Bintang Demokrasi oleh Presiden Kazhakstan

Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

Satya Lencana Pengabdian 25 Tahun dari Universitas Diponegoro.


Tak pernah terlintas dalam pikiran Arief Hidayat untuk menjabat sebagai hakim konstitusi. Namun pada Senin pagi tepat pada 1 April 2013 di Istana Negara, ia berdiri di hadapan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengucapkan sumpah jabatan sebagai satu dari sembilan ‘pilar’ Mahkamah Konstitusi. Tak sampai di situ, Arief pun menggantikan Moh. Mahfud MD yang mengakhiri masa jabatan yang telah diembannya sejak 2008.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut mengisahkan tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya untuk duduk dalam posisinya sekarang sebagai seorang hakim konstitusi. Sedari kecil, ia hanya memiliki satu cita-cita, yakni menjadi seorang pengajar. Namun ketika ditanya alasannya mendalami ilmu hukum, Arief mengungkapkan sejak SMU, kecenderungan dalam dirinya tertarik pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial.

“Saya selalu tertarik pada kasus-kasus penegakan hukum terutama karena saat itu masih ada rezim otoriter. Nama-nama seperti Yap Thiam Hien, Suardi Tasrif dan Adnan Buyung menginspirasi saya untuk kuliah fakultas hukum, padahal tadinya saya berniat untuk kuliah di fakultas ilmu politik. Tapi setelah menjadi guru besar, saya memahami kalau ilmu hukum tidak bisa terlepas dari ilmu politik,” kenang pria kelahiran 3 Februari 1956.

Arief mengisahkan, lima tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi. Namun, karena saat itu dia masih memegang jabatan sebagai dekan, maka dorongan itu tak bisa dipenuhinya. “Menjadi seorang hakim konstitusi merupakan posisi yang mulia dan waktu itu saya belum berani mengambil posisi mulia itu,” ujarnya.

Pendidik yang Terjun Menjadi Hakim Konstitusi

Sepanjang kariernya, Arief fokus di dunia pendidikan dengan tujuan untuk mencerdaskan generasi muda. Tak hanya itu, ia bercita-cita untuk menyebarkan virus-virus penegakan hukum kepada generasi muda. “Saya memiliki tujuan menyebarkan virus-virus bagaimana mengelola Indonesia dengan baik terutama dalam bidang penegakan hukum, tapi ketika itu saya belum berani menjadi hakim,” terangnya.

Dikisahkan Arief bahwa suatu kali ia pernah dipesankan oleh Prof. Satjipto Rahardjo, jabatan yang telah dipilihnya sebagai dosen memiliki konsekuensi sebagai profesi yang tidak mungkin kaya secara materiil. Namun, lanjut Arief, meski tidak kaya secara materiil, tetapi kaya akan lmu dan penghargaan serta penghormatan dari para mahasiswa.


“Dari situ, Prof. Satjipto menjelaskan karier puncak yang harus saya raih adalah menjadi guru besar. Dan saya memperoleh (gelar) Guru Besar dari UNDIP pada 2008, selain itu menjadi Dekan adalah jabatan puncak lainnya. Amanah yang harus saya lakukan sebaik-baiknya,” tuturnya.


Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, dia pun memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR. Keberanian ini diperolehnya berkat dukungan dari berbagai pihak terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra. “Makanya ketika saya mendaftar ke DPR untuk fit and proper test, yang saya bawa adalah dukungan dari fakultas hukum dan pusat studi konstitusi dari berbagai perguruan tinggi,” paparnya.

Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945'. Dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut, ia pun terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).


Menurut Arief, saat awal-awal mengemban amanat sebagai hakim ia berada dalam proses adaptasi karena menjadi hakim konstitusi adalah hal yang masih sangat baru baginya. “Saya menyadari saat ini masih dalam proses adaptasi sebagai hakim konstitusi. Tapi saya melihat hakim konstitusi yang mempunyai tugas tak hanya mengawal konstitusi (guardian of constitution), namun juga mengawal ideologi negara (guardian of ideology) sehingga posisi inilah yang saya sebut posisi mulia untuk kepentingan bangsa ke depan,” ujarnya.


Pakar Yuridis-Romantis

Bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing. Pria kelahiran Semarang, 3 pebruari 1956 ini bukan “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.


Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan. Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.

Sebagai bagian dari friends of court, dirinya juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK. Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.

“Saya membantu Sekretariat Jenderal MK merumuskan kegiatan yang berkaitan dengan jaringan fakultas hukum di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Sehingga di situ, saya semacam kepala suku yang menggunakan pendekatan yuridis romantis kepada kelompok yang sebagian besar merupakan guru besar Ilmu Hukum Tata Negara di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Saya sampai disebut sebagai pakar yuridis romantis,” terangnya.


Disinggung mengenai hal tersebut, Arief mengungkapkan bahwa panggilan itu muncul karena ia kerap kali menjadi penengah antara guru besar yang berpegang pada beberapa pendekatan dalam Ilmu Hukum Tata Negara. Menurutnya, beberapa guru besar membanggakan salah satu pendekatan tertentu daripada lainnya.

“Dalam Ilmu Hukum Tata Negara hanya ada pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, orang yang senang dengan dua pendekatan itu membimbing mahasiswa sering kali bertikai dan merasa bagus salah satunya. Bagi saya, keduanya saling melengkapi dan bagus disesuaikan dengan penelitiannya. Maka supaya tidak bertikai, saya menyebut yang terbagus adalah yuridis romantis,” kelakarnya.

Arief menyadari bahwa dirinya bukanlah sosok hakim yang sempurna tanpa cela. Ia berujar bahwa dirinya tidak menilai diri menjadi sosok hakim yang sempurna dan tidak bermasalah. “Saya masih terus belajar dan membutuhkan dukungan dari teman-teman hakim konstitusi. Karena menjadi hakim konstitusi, adalah pekerjaan yang kolegial. Bagi saya menjadi hakim bukan untuk mencari kekayaan, melainkan bagaimana menjaga negara dengan sebaik-baiknya dan menciptakan masyakarat yang adil dan makmur,” tandasnya.

Arief selalu menyatakan kesiapannya memenuhi pesan para pendahulunya untuk menjaga independensi MK sebagai prinsip penting bagi sebuah lembaga peradilan. Ia pun meminta agar semua pihak ikut mengawasi kinerjanya sebagai hakim konstitusi.

Amanah Besar

Setelah dua tahun menjadi hakim konstitusi, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, Arief justru mendapatkan kepercayaan lebih besar dengan terpilih secara aklamasi menjadi Ketua MK periode 2014-2017. "Hakim saja bonus apalagi sekarang (menjadi ketua) yang tidak saya bayangkan sama sekali dan tidak saya mimpikan sama sekali. Saya dulunya bercita-cita menjadi dosen satu pekerjaan yang sangat menarik tetapi ternyata Allah SWT diberi amanah untuk di sini,” terang Arief menggantikan Hamdan Zoelva yang habis masa jabatannya pada 7 Januari 2015 lalu. (Lulu Anjarsari)

4. Enny Nurbaningsih

Harta Kekayaan

Harta Enny Nurbaningsih tanggal lapor 31 Desember 2022 sebanyak Rp.9.755.534.822.

Berikut rincian harta kekayaan Enny Nurbaningsih;

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 6.350.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 245 m2/300 m2 di KAB / KOTA
SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 2.350.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 556 m2/900 m2 di KAB / KOTA
SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 2.700.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 90 m2/180 m2 di KAB / KOTA
SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 400.000.000
4. Tanah dan Bangunan Seluas 29.05 m2/29.05 m2 di KAB / KOTA
SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 900.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 1.805.000.000
1. MOBIL, TOYOTA CAMRY SEDAN Tahun 2008, HASIL SENDIRI
Rp. 80.000.000
2. MOBIL, TOYOTA ALPARD MINIBUS Tahun 2015, HASIL SENDIRI
Rp. 475.000.000
3. MOBIL, HONDA BRIO BRIO RS Tahun 2021, HASIL SENDIRI Rp.
150.000.000
4. MOBIL, TOYOTA MINIBUS Tahun 2022, HASIL SENDIRI Rp.
1.100.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. ----
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 1.600.534.822
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 9.755.534.822
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 9.755.534.822

Profil Enny Nurbaningsih

Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum lahir di Pangkal Pinang, 27 Juni 1962.

Jabatan Enny Nurbaningsih adalah Hakim Konstitusi.

Pendidikan:

S-1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1981)
S-2 Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung (1995)
S-3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2005)


Enny Nurbaningsih akhirnya terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia. Wanita kelahiran Pangkal Pinang tersebut terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi yang ketat.

Akan tetapi, siapa menyangka jika sosok srikandi hukum yang dipilih Presiden Joko Widodo ini, justru tidak terpikir untuk menjadi seorang hakim konstitusi. Enny muda sesungguhnya memiliki cita-cita sebagai guru. Baginya, mengajar bukan hanya sebagai sebuah profesi, namun juga sebuah panggilan jiwa. “Mengajar adalah suatu kehidupan yang nikmat sekali buat saya,” ucapnya menggambarkan cita-cita masa mudanya.

Menurut Enny, mengajar tidak hanya bermanfaat dalam mengembangkan dirinya, namun juga dapat memberikan manfaat dan pembelajaran bagi para mahasiswa yang diajarnya. Mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) tersebut menuturkan bahwa dengan mengajar, ia dapat menanamkan nilai-nilai yang kuat kepada para mahasiswanya.

Kecintaan yang sama juga Enny tunjukkan pada ilmu hukum. Sedari menginjak bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), ia bertekad untuk menjadi seorang sarjana hukum. Wanita kelahiran 27 Juni 1962 ini pun rela merantau dari Pangkal Pinang ke Yogyakarta guna menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Ia pun merampungkan pendidikannya dan resmi menyandang gelar sebagai sarjana hukum pada 1981 silam. Langkahnya tak berhenti sampai disitu, wanita yang memiliki motto bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas ini, mengejar mimpinya sebagai pengajar atau dosen di almamaternya.

Tak hanya menjadi seorang pengajar, Enny pun terlibat aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara. Sebut saja, Parliament Watch yang ia bentuk bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD pada 1998 silam. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator. “Pada masa reformasi itu, melalui diskusi-diskusi, kala itu kami merasa dibutuhkan organisasi yang berfungsi sebagai watch dog parlemen,” kisah Guru Besar Ilmu Hukum UGM tersebut.

Perjalanan karier Enny di dunia hukum semakin panjang dengan keterlibatannya dalam proses penataan regulasi baik di tingkat daerah hingga nasional. Keseriusan Enny mendalami penataan regulasi dikarenakan ia merasa hal tersebut sangat diperlukan oleh Indonesia. Dari situ, ia pun kerap diminta menjadi narasumber hingga menjadi staf ahli terkait.

“Semuanya mengalir begitu saja tanpa ada desain apapun. Saya pun mendalami bidang ilmu hukum perundang-undangan dan konstitusi. Dari sana pula, awal mula yang mengantarkan saya sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional selama 4 tahun,” jelasnya.

Disinggung mengenai keterpilihannya sebagai hakim konstitusi, Enny menyebut tak pernah merencanakannya. Ketika melihat peluang dibukanya posisi hakim konstitusi, ia tertarik untuk mengisi ruang perempuan dalam jajaran hakim konstitusi.

“Menarik juga jika saya bergabung dengan Mahkamah Konstitusi sebagai hakim konstitusi untuk mempraktikkan pengalaman-pengalaman terkait hukum konstitusi dan hukum perundang-undangan. Itu alasan saya untuk ikut mendaftar dalam seleksi hakim konstitusi,” kisahnya.

Enny pun menuturkan bahwa ia mendaftarkan diri sebagai calon hakim konstitusi pada detik terakhir dengan dorongan dari kawan-kawan di kampus. “Waktu itu karena dibuka peluang untuk keterwakilan perempuan, banyak teman-teman yang mendorong saya mendaftar. Jadi, saya mencobanya,” kenangnya.

Bekerja dalam Sunyi

Terpilih sebagai hakim konstitusi, istri dari R. Sumendro ini menyadari bahwa sebagai seorang hakim konstitusi mengandung arti bekerja dalam sunyi di tengah keramaian. Ia menyadari tugas hakim konstitusi untuk memutus sebuah perkara berada dalam posisi tegak lurus. Tegak lurus yang Enny maksudkan, yakni tidak boleh ada keberpihakan. Hal inilah yang menyebabkan ruang gerak seorang hakim konstitusi menjadi ‘sempit’ dalam kehidupan sosialnya.

“Apalagi jika di sekitar kita banyak orang yang mengajukan perkara ke MK, maka akan semakin sempit ruang geraknya. Apalagi se¬orang hakim konstitusi tidak boleh berinteraksi dengan orang yang berperkara. Semakin banyak orang sekelilingnya yang berperkara di MK berarti mempersempit ruang hakim untuk banyak berhubungan. Jadi, hakim bekerja dalam ruang yang sunyi di tengah keramaian,” jelasnya ketika ditemui di ruang kerjanya usai persidangan.

Bagi Enny, ‘kesunyian’ tersebut juga diartikan bahwa seorang hakim konstitusi yang memutus perkara, maka ia akan ‘tenggelam’ untuk mempelajari perkara yang diperiksanya. Tapi, Enny menganggap hal iu bukanlah sebuah penderitaan yang harus dijalani seseorang yang menjabat sebagai hakim konstitusi. “Menjadi hakim konstitusi itu ibaratnya saya berada dalam silent position. Hakim konstitusi merupakan satu jabatan yang tidak banyak berbicara keluar dan cukup berbicara lewat putusan, maka ia tidak boleh terpengaruh dan dipengaruhi siapapun,” paparnya.

Sebelumnya, Enny yang menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) berada di lingkup eksekutif yang menuntut adanya interaksi. Sementara kini, sebagai hakim konstitusi, ia dituntut untuk menjadi sosok yang akrab dengan kesunyian. Ia berusaha untuk membatasi diri dalam berinteraksi. Hal itu dilakukannya demi menjaga integritasnya sebagai hakim konstitusi.

Enny tak memungkiri beban berat yang ditanggungnya sebagai hakim konstitusi yang harus pandai menempatkan diri agar terhindar dari konflik kepentingan. Akan tetapi, ia sudah mempersiapkan diri untuk mengambil risiko tersebut ketika ia memutuskan untuk mengisi posisi sebagai hakim konstitusi. Ibu satu putri ini bahkan sudah mempelajari dengan saksama The Bangalore Principles of Judicial Conduct yang mencantumkan enam prinsip yang menjadi pegangan bagi para hakim, yaitu prinsip independensi (independence), ketidakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan kesopanan (propriety), kesetaraan (equality), serta kecakapan dan kesaksamaan (competence and diligence).

“Ketika saya menyatakan untuk ikut mendaftar sebagai hakim konstitusi, saya sudah belajar do and don’t sebagai hakim konstitusi seperti yang tercantum dalam The Bangalore Principles of Judicial Conduct. Kemudian hal itu saya pahami dengan sungguh-sungguh karena sebagai seorang hakim bagaimanapun juga harus dihindari conflict of interest,” tegas penyuka olahraga renang ini.

Mudah Beradaptasi

Disinggung mengenai proses adaptasi sebagai hakim konstitusi, Enny menyebut dirinya banyak terbantu dengan justice officers yang dimiliki Mahkamah Konstitusi. Keberadaan mereka, menurut Enny, memudahkannya dalam memahami perkara yang sedang ditangani dan diperiksa.

“Ketika masuk pertama kali, saya langsung melakukan konsolidasi yang begitu intens dengan justice officers di sini. Saya pun bersama dengan panitera, peneliti dan sekretaris yustisial duduk bareng untuk memetakan perkara yang ditangani supaya saya mengejar ketertinggalan. Apalagi MK sedang menangani sengketa Pilkada yang dibatasi hanya 45 hari. Saya harus segera menyamakan ‘speed’-nya agar tidak tertinggal. Saya jadi banyak mendapat informasi baru terkait penguatan demokrasi dalam persidangan,” ujarnya.

Terkait visi dan misinya sebagai hakim konstitusi, Enny menyebut seorang hakim konstitusi harus memiliki visi dan misi yang sama dengan institusinya—dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi. Ia menyebut seorang hakim konstitusi harus mampu mengawal tegaknya konstitusi melalui peradilan konstitusi yang independen, imparsial, dan adil. “Selain itu, hakim konstitusi harus menjaga kewibawaan peradilan konstitusi,” ujar perempuan yang hobi memasak ini.

Dukungan Penuh

Bagi Enny, kariernya kini tak lepas dari dukungan suami dan anaknya. Ia mengaku mendapat dukungan penuh dari orang-orang yang dikasihinya tersebut. Ibu dari Prajaningrum Nurendra ini menuturkan keluarga paham betul risiko dari jabatan yang diembannya sebagai hakim konstitusi. Semisal waktu terkurangi akibat intensitas persidangan—terutama sidang Penyelesaian Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada)—baik suami dan anaknya telah memahami keluarga memahami sepenuhnya risiko tersebut.

“Mereka justru berpesan agar saya bekerja sesuai dengan amanat yang diberikan. Kemudian, jika ada waktu yang tersita, maka itu adalah risiko dari apa yang saya ambil dan mereka sudah paham,” ungkapnya.

Enny pun berharap MK akan menjadi lebih baik lagi ke depannya. Menurutnya, MK memiliki peran penting dalam menentukan arah pembangunan hukum di Indonesia melalui putusannya. “Putusan MK dapat menentukan sejak seseorang masih dalam kandungan hingga meninggalnya seseorang. Misalnya putusan mengenai hukuman mati atau putusan mengenai anak di luar nikah. Itu artinya putusan MK sangat menentukan hak seseorang,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)

5. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh

Harta Kekayaan

Harta Daniel Yusmic Pancastaki Foekh tanggal lapor sebanyak Rp.7.842.425.543.

Berikut rincian harta kekayaan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh;

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 2.583.200.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 75 m2/75 m2 di KAB / KOTA KOTA
JAKARTA PUSAT , HASIL SENDIRI Rp. 1.055.000.000
2. Tanah Seluas 13872 m2 di KAB / KOTA KUALA KAPUAS, HASIL
SENDIRI Rp. 86.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 276 m2/60 m2 di KAB / KOTA KOTA
KUPANG , WARISAN Rp. 6.200.000
4. Tanah Seluas 2760 m2 di KAB / KOTA KOTA PALANGKA RAYA ,
WARISAN Rp. 580.000.000
5. Tanah Seluas 2400 m2 di KAB / KOTA KOTA PALANGKA RAYA ,
WARISAN Rp. 505.000.000
6. Tanah Seluas 13872 m2 di KAB / KOTA KUALA KAPUAS, HASIL
SENDIRI Rp. 86.000.000
7. Tanah Seluas 1250 m2 di KAB / KOTA KOTA PALANGKA RAYA ,
HASIL SENDIRI Rp. 265.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 383.800.000
1. MOTOR, HONDA NF 100 LD SUPRA FIT Tahun 2004, HASIL
SENDIRI Rp. 2.600.000
2. MOTOR, HONDA NF 11 T11 COI MT Tahun 2015, HASIL SENDIRI
Rp. 7.200.000
3. MOBIL, TOYOTA KIJANG INNOVA 2.0 A/T Tahun 2021, HASIL
SENDIRI Rp. 274.000.000.
4. MOBIL, TOYOTA AGYA 1.2G M/T Tahun 2021, HASIL SENDIRI
Rp. 100.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 111.534.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 4.894.441.543
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 7.972.975.543
III. HUTANG Rp. 130.550.000
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 7.842.425.543

Profil Daniel Yusmic Pancastaki Foekh

Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H lahir di Kupang, 15 Desember 1964

Jabatan : Hakim Konstitusi

Istri : Sumiaty

Anak :

Refindie Micatie Esanie Foekh
Franklyn Putera Natal Foekh
Abram Figust Olimpiano Foekh

Pendidikan :

SD Inpres Oetete II (1979)
SLTP Negeri II Kupang (1982)
SLTA Negeri I Kupang (1985)
S1 Ilmu HTN UNDANA Kupang (1990)
S2 Ilmu HTN Universitas Indonesia (1995)
S3 Ilmu HTN Universitas Indonesia (2005)

Presiden Joko Widodo akhirnya memilih Daniel Yusmic Pancastaki Foekh untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah menyelesaikan masa tugasnya pada 7 Januari 2020. Daniel menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.

Lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964, Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara. Ia lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes. Ketika Daniel menamatkan Sekolah Dasar (SD) GMIT 2 di Kabupaten Kefamenanu, ia mendapat nilai pas-pasan. Idealisme sang ayah yang mengharuskan setiap anaknya memperoleh nilai yang bagus, membuat Daniel harus mengulang kembali kelas VI SD Inpres Oetete II Kupang. Hal ini menyebabkan ia mengulang kembali kelas VI SD bersama dengan adiknya. Karena itulah, Daniel memiliki dua ijazah SD.

Dibesarkan dari keluarga pendidik tidak serta-merta membuat sosok Daniel memiliki cita-cita sebagai pendidik. Ia justru memiliki cita-cita sebagai hakim. Akan tetapi, cita-citanya tersebut tidak didukung oleh sang ayah. Ayahnya menghendaki ia meneruskan pekerjaan sebagai pendidik. “Bapak saya seorang pendidik, berstatus PNS. Bapak saya mengawali karier sebagai guru sekolah dasar (SD), kepala sekolah, penilik sekolah hingga terakhir pensiun dari Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Provinsi NTT,” kisahnya.

Menurut Daniel, kala itu di NTT, salah satu jabatan yang dihormati masyarakat sebagai pendidik (guru), selain Pendeta dan Pastor. Oleh karena itu, ayahnya berharap besar Daniel bisa menjadi seorang pendidik. Akan tetapi, ia melihat kehidupan ayahnya yang sangat sederhana sehingga muncul di pikirannya untuk tidak hidup menjadi pendidik seperti ayahnya. “Saya baru mengerti mengapa kehidupan Bapak sangat sederhana. Beliau harus menghidupi tujuh orang anak. Apalagi menjadi pendidik PNS yang jujur di Kupang, tidak memungkinkan ada pemasukan lain selain gaji,” ujarnya

Kemudian, ketika ayahnya menjadi penilik sekolah di Pulau Rote (saat ini kabupaten Rote-Ndao), ia pun terinspirasi mengambil fakultas hukum dari saudara yang menjadi pokrol bambu (seorang pengacara praktik yang tidak memiliki izin resmi, red.) yang biasa beracara di Pengadilan Negeri Rote. Dari situ kecintaannya terhadap dunia hukum mulai tumbuh. Meski sang ayah menentang cita-cita tersebut, Daniel tak patah arang dalam mengejar mimpinya. Usai lulus dari SMA Negeri 1 Kupang, ia mendaftar mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada 1985, dengan pilihan pertama di Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang dan pilihan kedua juga di Fakultas Hukum Udayana Bali.

“Saya ingat ayah sempat mengancam jika saya tetap mengambil fakultas hukum, maka beliau tidak akan membiayai kuliah saya. Namun setelah pengumuman resmi saya diterima sebagai mahasiswa FH Undana, ayah tetap membayar registrasi, dengan berpesan, selama kuliah tidak boleh menikah,” kenangnya.

Daniel pun resmi menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (UNDANA). Sebelumnya, ia ingin mengambil jurusan hukum perdata. Menurutnya, ada anggapan lulusan jurusan hukum perdata lebih mudah mendapatkan pekerjaan dari pada jurusan yang lain. Akan tetapi, ketika Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terbit, ia beserta dua rekannya (Mohammad Said dan Renhard Udjululu) memilih jurusan hukum tata negara. “Jadi, pada waktu itu, niat awal mengambil jurusan hukum perdata. Lalu, pindah ke hukum tata negara karena terinspirasi UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan TUN,” ujar ayah tiga anak ini berkisah.

Menurut Daniel, kala itu fakultas hukum di Universitas Nusa Cendana memiliki 4 jurusan, yakni hukum perdata, hukum pidana, hukum Internasional dan Hukum Tata Negara (HTN). Namun jurusan HTN sedikit peminatnya. Sejak berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, ia dan dua temannya mendaftar ke jurusan HTN.

“UU itu yang memotivasi. Kami bertiga pun beralih ke jurusan HTN. Kami saling mengisikan formulir satu sama lainnya agar tidak ada yang saling mendustai. Kini kedua teman saya itu menjadi PNS/ASN (Mohammad Said. SH menjadi PNS BKKBN di Maros Sulsel dan Renhard Udjululu, SH di Lapas Anak Kota Kupang). Saya suka berkelakar dengan mereka, jika kalian menjadi PNS, maka saya ingin menjadi pejabat negara,” kenang suami dari Sumiaty ini.

Siapa sangka kelakar itu menjadi doa yang terkabul. Tiga puluh tahun setelahnya, Daniel resmi dilantik Presiden Joko Widodo sebagai hakim konstitusi menggantikan I Dewa Gede Palguna yang memasuki purnatugas.

Aktivis

Perjalanan hidup Daniel tidak bisa dipisahkan dari dunia aktivis. Ia tercatat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang sejak terdaftar menjadi mahasiswa pada 1985. Usai lulus dari UNDANA pada 1990, ia mengungkapkan niatnya untuk mengikuti tes wartawan professional pada 1991 di Yogyakarta. Sayangnya, ia tidak lolos dalam tes tersebut.

Karena tidak diterima menjadi wartawan professional, ia pun memilih merantau ke Jakarta berbekal tabungan dari sisihan uang beasiswa yang diterimanya ketika kuliah di Undana Kupang dan uang tambahan dari orang tua. Sehari setelah tiba di Jakarta, Ia mengikuti pelatihan editor dan komunikasi selama 7 bulan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan Komunikasi Bina Kasih (YKBK). Tak hanya itu, ia juga mengikuti kursus pajak brevet A dan brevet B pada tahun yang sama. Berbekal kemampuannya tersebut, ia pun diterima menjadi karyawan di PT Data Search Indonesia. Dua tahun kemudian (tahun 1993), ia memilih untuk mengundurkan diri karena ditugaskan oleh Pengurus Pusat GMKI mengikuti Penataran P4 Pola 120 jam (selama satu bulan). Daniel berhasil masuk 17 terbaik. Karena prestasi tersebut, Daniel kemudian ditugaskan lagi mengikuti Penataran Kewaspadaan Tingkat Nasional dan berhasil masuk 10 terbaik. Pada tahun yang sama, Kementerian Pemuda dan Olahraga bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan dan Keamanan menyelenggarakan pendidikan Kader Kesadaran Bela Negara, dengan persyaratan harus pernah mengikuti Tarpadnas. “PP GMKI akhirnya menugaskan saya kembali mengikuti Penataran Peningkatan Kesadaran Bela Negara. Pengalaman pendidikan tersebut, mulai membuka wawasan kebangsaan, sehingga Daniel mulai mencintai Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tinggal Ika,” jelasnya.

Pada Kongres GMKI di Pekanbaru, Riau pada 1994, Daniel dipercayakan menjadi Wakil Sekretaris Umum (Wasekum) Pengurus Pusat GMKI dan Kongres GMKI di Ambon Tahun 1996 terpilih menjadi Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan (Kabid AP). Di sela kegiatannya sebagai aktivis, Daniel memiliki kerinduan untuk melanjutkan studi S2 sejak tamat S1 pada 1990. Barulah pada 1995, Daniel mengikuti seleksi Strata 2 Ilmu Hukum di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan ia pun lolos seleksi dengan konsentrasi hukum kenegaraan (HTN).

Pada 1997, mulai terjadi krisis moneter dunia, yang juga terjadi krisis kepercayaan kepada Pemerintah khususnya Presiden Soeharto. Sebagai ketua bidang AP, Daniel terlibat dalam berbagai kegiatan ekstra kampus bersama Kelompok Cipayung dan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) yang terdiri dari Kelompok Cipayung (minus HMI) plus. Pada situasi itu, Daniel harus membagi waktu mengurus organisasi dan fokus menyelesaikan Pendidikan S2 di Universitas Indonesia serta persiapan pernikahan tanggal 5 Juni 1998 di Palangka Raya.

“Saya masih ingat betul Pak Harto (Presiden Soeharto, red.) kala itu lengser pada 21 Mei 1998. Sementara sidang tesis saya dijadwalkan tanggal 29 Mei 1998, kala itu, Prof. Jimly (Jimly Asshiddiqie, red.) yang menjadi pembimbing saya meduduki jabatan Asisten Kesra Wakil Presiden. Setelah Pak Harto lengser, Prof B.J Habibie diangkat sumpah sebagai Presiden. Waktu itu, saya sempat khawatir karena delapan hari kemudian saya harus ujian Tesis, apakah Prof Jimly bisa hadir atau tidak. Puji syukur Prof Jimly hadir (meninggalkan tugas negara) bersama penguji lainnya. Setelah ujian dan dinyatakan lulus, pada saat itu juga saya memberikan undangan pernikahan kepada seluruh penguji,” ujarnya.

Selama menjalani pendidikan, pengajar yang tinggal di daerah Salemba Tengah ini dikenal sebagai figur yang cerdas dan sangat gemar berorganisasi, namun dalam kesehariannya, ia selalu tampil sederhana. Daniel tercatat pernah menjadi Ketua Dewan Ambalan Pramuka Gugus Depan 03/04 RRI Kupang (1989-1990), Sekretaris Filateli Cabang Kupang, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan juga Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang.

Di GMKI, Daniel tidak hanya menumpangkan nama, namun terus belajar dan mengikuti pergerakan mahasiswa. Daniel Yusmic juga pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta, Ketua Partisipasi Kristen Indonesia (PARKINDO) Cabang Jakarta Pusat, Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN DKI Jakarta, Ketua Umum Badan Pengurus Perwakilan GMIT (Gereja Masehi Injili Timor) di Jakarta 2013 – 2017, Ketua Bidang Hubungan Kerjasama Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK) DKI Jakarta, Pengurus Nasional Perkumpulan Senior (PNPS GMKI) dan Sekretaris Umum Badan Kerja Sama (BKS) PGI-GMKI 2014 – 2019.

Daniel juga terlibat aktif di beberapa lembaga, antara lain Sekretaris II Yayasan Kesehatan PGI Cikini, serta Pengurus Harian Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia. Wakil Sekjend 1 Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pusat. Pengawas pada Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI) dan Ketua Lembaga Pelayanan dan Bantuan Hukum (LPBH) YKI. Anggota Dewan Pembina Yayasan Komunikasi Bina Kasih (YKBK). Pengurus Yayasan Bina Darma di Salatiga. Anggota Komisi Hukum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Sekretaris Advokasi Gereja Protestan di Indonesia (GPI) serta konsultas hukum di GPIB Paulus. Untuk menjaga independensi dan ketidakberpihakan, Daniel sudah mengajukan permohonan penguduran diri sejak tanggal dilantik.

Sebelum diangkat menjadi Hakim Konstitusi, Daniel pernah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya dengan jabatan fungsional sebagai Asisten Ahli. Selama menjadi dosen di Unika Atma Jaya, beliau pernah dipercaya sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum.

Tanggung Jawab Mengabdi

Disinggung mengenai latar belakang ia mengikuti seleksi hakim konstitusi, Daniel menjelaskan banyak pihak yang mendorongnya untuk ikut, meski awalnya dirinya tidak berminat. Ia masih berpikir ikatan dinas di Universitas Atma Jaya yang masih sekitar 2 (dua) tahun lagi dan jumlah hakim yang akan diganti hanya seorang.

“Saya agak susah melangkah karena tugas belajar saya di Atma Jaya. Kewajiban mengabdi saya 2n+1, Atma Jaya menyiapkan biaya studi kami selama 5 tahun karena saya S3 sejak 2005 – 2010, maka 2n+1 itu menjadi 11 tahun pengabdian. Beberapa kali godaan (mendaftar sebagai hakim agung dan hakim konstitusi), namun saya menahan diri oleh karena ada tanggung jawab moral sebagai dosen untuk mengabdi,” jelas Doktor Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini.

Daniel melanjutkan mulanya, ia tidak menghiraukan pesan masuk yang memberikan informasi terkait lowongan seleksi hakim konstitusi pengganti I Dewa Gede Palguna. Namun, akhirnya istri tercintanya yang memotivasi dirinya untuk mencoba mendaftarkan diri dalam seleksi tersebut.

“Pada 29 November 2019, istri saya bilang cobalah dulu itu, meski saya khawatir kalau ada ‘titipan istana’, jadi sempat memutuskan untuk tidak mendaftar. Saya bilang ke istri kalau saya tidak mau mendaftar. Kalau ada ‘calon titipan’, nanti saya cuma menjadi pelengkap dari (orang) yang terpilih nanti. Namun istri saya tetap meminta saya mencoba. Dukungan ini juga diberikan saudara saya, Jozthin Thelik yang menawarkan bantuan untuk mengurus administrasi jika saya berubah pikiran hendak mendaftar,” jelasnya.

Akhirnya pada 30 November 2019 subuh, terbesit dalam pikiran Daniel untuk mendaftar. Ia pun segera menuangkan ide yang ada di kepalanya tentang “MK yang Ideal” ke dalam makalah berjumlah 15 halaman. Usai mengerjakan makalah sekitar jam 12.00-an, Daniel meminta bantuan Jozthin untuk membantunya mempersiapkan seluruh persyaratan administrasi. Keduanya bergegas untuk mempersiapkan seluruh persyaratan menjadi hakim konstitusi. Hampir jam 15.00 Daniel pun tiba di kantor Sekretariat Negara untuk mendaftar.

“Di ruang pendaftaran sudah tidak ada petugas. Saya intip di ruangan lain ternyata masih ada pegawai. Saya bilang mau daftar hakim MK terus dua orang petugas keluar dan melayani kami. Saya urutan ke-15 dari yang mendaftar ternyata 17. Setelah saya, ada satu bapak mendaftar urutan ke-16, dia bilang ‘saya datang ke sini itu untuk antar bapak menjadi 3 besar’. Ini mungkin bercanda, tapi ternyata ramalan Bapak itu benar,” kisahnya.

Sebelumnya, dari 17 kandidat yang mengikuti seleksi, Daniel bersama dua orang lainnya dinyatakan lolos seleksi, yaitu Suparman Marzuki, dan Ida Budhiati. Ia menjadi hakim konstitusi mewakili unsur presiden. Ditanya mengenai visi dan misi sebagai hakim konstitusi, Daniel menyebut mengubah sistem hukum tata negara darurat Indonesia yang semula merupakan hukum tata negara darurat subjektif menjadi hukum tata negara darurat objektif. Yang diharapkan gagasan yang dituangkan dalam makalah, agar MK memiliki kewenangan untuk menilai persyaratan kegentingan yang memaksa dalam Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perpu).

“Hingga kini, Indonesia masih menganut hukum tata negara darurat subjektif. Sedangkan Belanda yang dulu menjajah (Indonesia) sudah berubah dari hukum tata negara subjektif menjadi hukum tata negara objektif pada 1911. Jika Belanda saja sudah berubah, kenapa Indonesia masih tetap menganut hukum tata negara darurat subjektif? Dalam putusan MK nomor 138/PUU-XII/2009, dalam ratio decendi-nya disebutkan MK berwenang menguji Perpu, menurut Daniel sebaiknya MK tidak menguji Perpunya, tetapi persyaratan ‘kegentingan yang memaksa’. Itu sebenarnya visi saya,” papar Daniel.

Berawal dari seorang akademisi kemudian menjadi seorang hakim konstitusi tentu saja bukan hal yang mudah. Daniel pun mengaku masih banyak belajar beradaptasi dengan persidangan. Ia bersyukur banyak diberi masukan dan arahan dari delapan hakim konstitusi lainnya. “Sehari setelah dilantik saya harus bersidang. seperti ketika masuk ataupun keluar ruang sidang sebagai hakim seharusnya saya memberi hormat kepada seluruh hadirin, saya sebelumnya tidak tahu. Persidangan kedua saya baru menerapkan,” ujarnya.

Pentingnya Dukungan Keluarga

Ayah dari Refindie Micatie Esanie Foekh, Franklyn Putera Natal Foekh, dan Abram Figust Olimpiano Foekh ini menyebut dukungan keluarga sangat penting dalam kariernya. Jika bukan karena dukungan istrinya dan putri pertamanya, ia tidak akan mendaftar sebagai calon hakim konstitusi. Ketika ia terpilih, keluarganya yang berada di Kupang pun turut terharu dan berbahagia. Bahkan abang Daniel yang menjadi dosen di Sekolah Tinggi Pertanian dan Pembangunan Malang menyempatkan hadir dalam acara pelantikannya di Istana Negara pada 7 Januari 2020.

“Semua keluarga terharu. Saya dan istri mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan. Dan bagi kami ini suatu kehormatan dari Bapak Presiden yang harus dijaga kewibawaan melalui kualitas putusan. Waktu masuk 3 besar, saya sudah tidak terbebani. Kalaupun belum dipilih, berarti belum waktu Tuhan. Saya bersyukur banyak pihak ikut terlibat, kami berdoa dan bekerja ora et labora. Saya sudah mendapat informasi sehari sebelumnya, namun saya berpesan kepada istri untuk tidak bercerita dulu. Barulah setelah media memberitakan akhirnya semua orang tahu,” tandas pria yang memiliki motto hidup “menjadi orang yang bermanfaat bagi Tuhan, Sesama dan Tanah Air”.

6. Muhammad Guntur Hamzah

Harta Kekayaan

Harta Muhammad Guntur Hamzah tanggal lapor 31 Desember 2022 sebanyak Rp.9.397.973.499.

Berikut rincian harta kekayaa Muhammad Guntur Hamzah;

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 7.842.187.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 320 m2/120 m2 di KAB / KOTA KOTA
MAKASSAR , HASIL SENDIRI Rp. 324.500.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 135 m2/148 m2 di KAB / KOTA KOTA
MAKASSAR , HASIL SENDIRI Rp. 2.192.687.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 112.5 m2/172 m2 di KAB / KOTA
KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 5.325.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 419.000.000
1. MOBIL, MITSUBISHI PAJERO SPORT JEEP Tahun 2012, HASIL
SENDIRI Rp. 350.000.000
2. MOTOR, PIAGGIO LX 150 SEPEDA MOTOR Tahun 2013, HASIL
SENDIRI Rp. 25.000.000
3. MOTOR, SUZUKI EN 125 A Tahun 2005, HASIL SENDIRI Rp.
2.000.000
4. LAINNYA, SEPEDA MEREK HUMO C20 Tahun 2020, HASIL
SENDIRI Rp. 7.500.000
5. LAINNYA, SEPEDA MEREK BROMPTON B19 Tahun 2019, HASIL
SENDIRI Rp. 27.500.000
6. LAINNYA, SEPEDA LIPAT --- Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp.
7.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 166.450.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 970.336.499 F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 9.397.973.499
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 9.397.973.499.

Profil Muhammad Guntur Hamzah

Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H.

M. Guntur Hamzah, lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 8 Januari 1965. Menyelesaikan pendidikan sarjana hukum (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar tahun 1988. Menyelesaikan Pendidikan magister hukum (S2) pada Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung tahun 1995. Menyelesaikan Pendidikan Doktor (S3) pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya tahun 2002 dengan predikat kelulusan atau yudisium “cum laude”. Dan sejak bulan Februari 2006, Guntur Hamzah menduduki jabatan akademik Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dengan capaian pangkat saat ini sebagai Pembina Utama dan golongan IV/e. Pernah melakukan benchmarking pengelolaan program pascasarjana dan mengamati secara dekat pelaksanaan student centre learning (SCL) di National University of Singapore, University Kebangsaan Malaysia dan Chulalongkorn University di Thailand.

Pada Tahun 2007 mendapat tugas menjajaki kerja sama akademik antara Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin dengan Faculty of Law, Economic and Governance Utrecht University di Belanda. Dan pada Tahun 2009 mengikuti short course program student centred learning di Maastricht University dan Utrecht University, Belanda. Pada tahun 2010 – 2011, mengikuti Program Academic Recharging (PAR-B) pada Faculty of Law, Economic and Governance, Utrecht University, Belanda. Di dalam lingkungan Universitas Hasanuddin, Guntur Hamzah pernah menduduki tugas-tugas akademik seperti Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Unhas. Selanjutnya berturut-turut sebagai Sekretaris Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas, Ketua Program Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas, dan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unhas.

Di luar lingkungan Unhas, Guntur Hamzah pernah mendapat tugas sebagai Legislative Drafter pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) tahun 2003, juga pernah menjadi anggota Tim Ahli Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) tahun 2010, Tenaga Ahli pada Direktorat Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI tahun 2011 – 2012, Reviewer Jurnal, Buku Ajar, dan Penelitian pada Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (DP2M) DIKTI Kementerin Pendidikan Nasional tahun 2007 – 2015. Selanjutnya, Guntur Hamzah menjabat sebagai Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pada 2015 hingga 2022, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi. Sejak 23 November 2022, mendapat tugas negara menjadi Hakim Konstitusi.

Di samping sehari-hari melaksanakan tugas-tugas negara, Guntur Hamzah juga menulis di beberapa jurnal dalam dan luar negeri, serta menghasilkan karya buku yakni Hukum Tata Niaga Produk Pertanian (Hakikat, Urgensi, dan Fungsi), buku Peradilan Modern (Implementasi ICT di Mahkamah Konstitusi), buku Birokrasi Modern (Hakikat, Teori, dan Praktik), serta buku baru, yaitu Konstitusi Modern (Hakikat, Teori, dan Penegakannya) yang diterbitkan oleh PT. RadjaGrafindo Persada (Rajawali Pers), Jakarta, pada 2022.

Penghargaan dari negara yang telah diperoleh adalah Satyalencana Karya Satya untuk pengabdian 10 Tahun, 20 Tahun, dan 30 Tahun, serta anugerah Bintang Jasa Nararya dari Presiden RI yang diberikan pada tanggal 13 Agustus 2020 di Istana Negara. Penghargaan dari Pemerintah (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) menempatkan dalam Top 10 Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya/Eselon I Teladan se-Indonesia Tahun 2021.

Di luar tugas sehari-hari sebagai Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah diberi amanah untuk memimpin sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) masa bakti 2021-2025 berdasarkan hasil Musyawarah Nasional VI asosiasi ini yang diselenggarakan di Samarinda pada 3-4 Februari 2021.

7. Ridwan Mansyur

Harta Kekayaan

Harta Ridwan Mansyur tanggal lapor 31 Desember 2023, Khusus, Awal Menjabat sebanyak Rp.5.602.928.919.

Berikut rincian harta kekayaan Ridwan Mansyur;

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 3.260.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 165 m2/25 m2 di KAB / KOTA
BOGOR, HASIL SENDIRI Rp. 700.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 700 m2/72 m2 di KAB / KOTA
PURWAKARTA, HASIL SENDIRI Rp. 550.000.000
3. Tanah Seluas 344 m2 di KAB / KOTA KOTA PALEMBANG , HIBAH
TANPA AKTA Rp. 260.000.000
4. Tanah dan Bangunan Seluas 192 m2/384 m2 di KAB / KOTA
BOGOR, HASIL SENDIRI Rp. 1.200.000.000
5. Tanah dan Bangunan Seluas 415 m2/168 m2 di KAB / KOTA
PURWAKARTA, HASIL SENDIRI Rp. 550.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 220.000.000
1. MOBIL, TOYOTA ALL NEW FORTUNER 2.4 VRZ 4X2 A/T LUX
DIESEL Tahun 2017, HASIL SENDIRI Rp. 220.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 1.210.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 1.053.178.919
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 5.743.178.919
III. HUTANG Rp. 140.250.000
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 5.602.928.919.

Profil Ridwan Mansyur

Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H.

Dr. Ridwan Mansyur S.H., M.H. Lahir di Lahat, Sumatera Selatan 11 November 1959 ia menempuh pendidikan dasarnya di SD Negeri 12 Lahat, Sumatera Selatan. Pendidikan dasarnya Ia selesaikan di tahun 1972 kemudian Ia melanjutkan pendidikan pertamanya di tempat kelahirannya pada tahun 1975, setelah lulus dari SMP Ia melanjutkan studi tingkat atasnya di SMA Xaverius 1 Palembang. Pendidikan atasnya Ia selesaikan di tahun 1979.

Tidak hanya berhenti di pendidikan tingkat atas, Ia kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang. Ia meraih gelar sarjananya pada tahun 1984. Lalu, pasca lulus dari program magister hukumnya, kemudiam melanjutkan program doktoralnya di Universitas Padjadjaran Bandung, dan berhasil membawa gelar doktor di tahun 2010.

Perjalanan karirnya dimulai sebagai calon hakim pada Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun 1986. Jabatan sebagai hakim dimulai pada Pengadilan Negeri Muara Enim pada tahun 1989. Dua setengah tahun berselang pada tahun 1992 ia beralih tugas menjadi hakim pada Pengadilan Negeri Arga Makmur Bengkulu Utara. Kemudian pada tahun 1998, ia ditugaskan menjadi hakim pada Pengadilan Negeri Cibinong. Empat tahun berikutnya, setelah mengikuti short course pada UTS Sidney dalam bidang Intellectual property rights (IPR), Ridwan Mansyur kembali mendapatkan mutasi menjadi hakim pada Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat yang dijalaninya hingga pertengahan tahun 2006.

Jabatan sebagai pimpinan pengadilan dipercayakan kepada Ridwan Mansyur pada tahun 2006 sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Purwakarta. Setahun berikutnya, Ia kembali mendapat kepercayaan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batam. Tahun 2008, Ia mendapat promosi sebagai Ketua pada pengadilan tersebut.

Pada tahun 2010 selanjutnya mendapat promosi sebagai Ketua Pengadilan Negeri Palembang Klas IA Khusus. Dari beberapa tempat dan waktu di pengadilan tingkat pertama itu, pada tahun 2012 pimpinan MA kembali memberikan promosi jabatan sebagai Hakim Tinggi PT Jakarta dan selanjutnya ditugaskan sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas MA. Jabatan tersebut diemban selama lima tahun (2012-2017).

Pada pertengahan tahun 2017, Ia mendapat kepercayaan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung. Jabatan ini diemban hingga akhir tahun 2018. Pengadilan Tinggi Tanjungkarang menjadi titik mutasi berikutnya di akhir tahun 2018 dengan jabatan Wakil Ketua. Dua tahun berikutnya (2020), Ia dipromosikan menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Semarang. Belum genap setahun sebagai unsur pimpinan PT Semarang, pada tanggal 3 Februari 2021, suami dari Rita Iryani, S.H., CN ini diberikan kepercayaan sebagai Panitera Mahkamah Agung. Ridwan Mansyur pernah mengikuti beberapa training baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain bidang Hak Asasi Manusia (HAM) di Belanda dan Norwegia, Manajemen Peradilan di Amerika Serikat dan Australia, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Sidney, dan merupan tim pembaruan Mahkamah Agung. Pada tanggal 3 Oktober 2023 ia terpilih menjadi Hakim Konstitusi dari unsur yudikatif (Mahkamah Agung) dan dilantik per 9 Desember 2023 menggantikan Manahan M. P. Sitompul oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara. Ridwan Mansyur merasa bersyukur dapat meniti karirnya di dua lembaga kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

Dalam karirnya sebagai hakim, Ridwan memiliki cara persidangan yang unik, di Cibinong, Ridwan adalah satu-satunya hakim yang mengijinkan saksi didampingi yang pada saat itu belum ada pengaturan dalam perlindungan saksi dan korban dipersidangan. Terobosan ini memungkinkan saksi yang adalah korban, utamanya anak-anak dan perempuan, bisa memberikan keterangan dengan jelas dan tidak takut. Penyelesaian perkara tidak hanya dengan menjatuhkan hukuman, tapi juga dengan mediasi sehingga persidangan bisa menjadi efek psikologi yang menghilangkan efek traumatik bagi korban anak-anak dan perempuan, yang selanjutnya menjadi pengaturan persidangan yang terdapt didalam undang-undang.

Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H. menikah dengan Rita Iryani, SH. CN. Dari pernikahan tersebut Ia memiliki empat orang anak, yaitu Aditya Akbar, Andini Dwi Lestari, Alvin Aulia Rahman, dan Aldy Rizky Adhytama. Setelah meniti perjalanan karir sebagai seorang hakim peradilan umum Mahkamah Agung RI dan melanjutkan karir sebagai Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi, Ridwan Mansyur berpandangan bahwa tugas mengadili tidak sekadar menyelesaikan perkara, melainkan menyelesaikan masalah. Sebagai seorang hakim, Ridwan Mansyur mempunyai hobi olahraga dan melukis. Dimana Menurut Ridwan Mansyur, sesungguhnya terdapat persamaan antara kegiatan melukis dengan mengadili. Melukis adalah seni untuk mengharmonisasikan antara warna-warna yang berbeda menjadi sebuah karya yang baik. Sementara, tugas mengadili/mendamaikan adalah bagaimana menyatukan kehendak dan kepentingan yang berbeda atau bertentangan menjadi harmonis.

8. Arsul Sani

Dr. H. Arsul Sani, S.H., M.Si., Pr.M.

Arsul Sani memangku jabatan sebagai hakim konstitusi sejak tanggal 18 Januari 2024 dengan mengucapkan sumpah jabatan dihadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Ia merupakan hakim konstitusi yang dipilih dan diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia (DPR RI) untuk menggantikan Wahiduddin Adam yang menjalani masa purna tugas karena telah memasuki usia 70 tahun.

Arsul lahir di Pekalongan, pada tanggal 8 Januari 1964. Memulai pendidikannya di SD Muhammadiyah Pekajangan dan Madrasah Diniyah NU Panggung, Kedungwuni, Kab. Pekalongan. Merantau ke Jakarta ketika mulai kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (FH-UI) pada tahun 1982, dan menyelesaikan S-1 pada awal tahun 1987. Ia memulai karirnya di bidang hukum dengan menjadi asisten pembela umum sukarela (volunteer lawyer) di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada tahun 1986-1988. Jenjang pendidikan dan pengalaman kerjanya cukup beragam setelah itu. Ia menempuh graduate diploma on Advance Comparative Law – the Common Law di University of Technology Sydney (UTS) sambil bekerja sebagai visiting lawyer di Dunhil, Madden, Butler, sebuah law firm besar di Sydney, Australia, pada 1993-1994.

Arsul kemudian mendapat kesempatan belajar tentang Industrial Property Management di Japan Institute of Invention (JII), Tokyo, tahun 1997 dengan beasiswa AOTS-Japan dan menyelesaikan graduate certificate dari University of Cambridge, UK untuk subyek Managing the Information, tahun 2006. Selanjutnya, ia lulus program magister corporate communication di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta pada tahun 2007. Arsul juga lulusan fellowshiparbitration courses, UK, tahun 2009 dan pernah menjadi member of Chartered Institute of Arbitrators (CIArb) London - UK dan Singapore Institute of Arbitrators (SIArb) serta anggota International Bar Association (IBA). Pendidikan doktoral bidang justice, policy and welfare studies dimulainya di Glasgow Caledonian University (GCU), Scotland pada tahun 2011, namun memilih exit karena kepadatan tugas-tugasnya sebagai anggota DPR RI sejak Oktober 2014 tidak memungkinkannya untuk menyelesaikan disertasi doktoralnya dalam rentang waktu yang tersedia. Ia mendapat gelar S-2 yang ke diua dari GCU. Pada akhir tahun 2019, ia melanjutkan studi doktoral-nya di Collegium Humanum, Warsaw Management University, Polandia, yang diselesaikannya pada tahun 2022.

Sebelum menjadi anggota DPR RI hasil Pemilu 2014, Arsul Sani adalah seorang praktisi hukum korporasi, arbiter dan eksekutif di sebuah perusahaan PMA multinasional. Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid, Arsul menjadi anggota tim lawyer Pemerintah RI di bawah Almarhum Dr. Adnan Buyung Nasution, SH dalam menghadapi sejumlah gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah RI di Jakarta, Washington D.C. dan Den Haag terkait penghentian beberapa proyek listrik swasta.

Arsul juga pernah aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan profesi, antara lain dengan menjadi: Ketua Bidang Konsultasi Hukum, LPBH-PBNU pada masa kepemimpinan Almarhum K.H. Hasyim Muzadi, 2005-2010; Chairman (Ketua Umum) Indonesian Corporate Counsel Assciation (ICCA) pada tahun 2006-2008; Ketua Bidang Luar Negeri, Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) (2007-2013); Wakil Ketua Dewan Penasehat DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) (2020-2023); Dewan Pembina Perkumpulan Ahli Dewan Sengketa Konstruksi (PADSK) (2021 – 2023) dan perkumpulan Lingkaran Masyarakat Professional Nahdhiyin (NU-Circle) (2012-2023).

Sejumlah penghargaan (award) diterima Arsul selama bertugas sebagai anggota DPR RI tahun 2014 – 2023, antara lain dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Kordinatorat Wartawan Parlemen (KWP) DPR/MPR/DPD RI, Moslem’s Choice, Badan Musyawarah Antar Gereja – Lembaga Keagamaan Kristen Indonesia (Bamag LKKI), Indonesian Diaspora Networks (IDN) - Global, Obsession Media Group (OMG). Arsul juga memperoleh bintang Darma Pertahanan Utama dari Kementerian Pertahanan RI pada tahun 2023.

Arsul mengakui bahwa menjadi hakim konstitusi dan juga menjadi politisi serta anggota DPR RI itu sebenarnya tidak ada dalam disain awal hidupnya, “Cita-cita saya ketika masuk FH-UI itu kepingin jadi diplomat”, kenangnya. Hanya ketika masa kuliah itu ia sering menyaksikan langsung persidangan perkarapidana subversi yg didakwakan kepada sejumlah tokoh, a.l. H.M. Sanusi, A.M. Fatwa dan HR Darsono. Sebagai mahasiswa, Arsul turut merasakan bagaimana penguasa Orde Baru menggunakan instrumen hukum dan lembaga penegakan hukum untuk bertindak opresif dan sewenang-wenang terhadap mereka yang berseberangan secara politik dengan mengunakan UU Subversi yg berlaku waktu itu, termasuk terhadap orang-orang yg dituduh terlibat dalam kasus Tanjung Priok di awal 1980-an. “Di masa ini saya berkenalan dengan para pendekar hukum dan HAM yang saya kagumi seperti Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien, HJC Princen, Suardi Tasrif dll. Pada masa inilah idealisme sebagai orang hukum mulai terbentuk”, ujar Arsul. Ia mengenang rasa bangganya ketika diajak Bang Buyung untuk ikut sidang-sidang perkara pidana HR Darsono, mantan Pangdam Siliwangi. “Di hari sidang, saya pagi-pagi datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menunggu Bang Buyung datang dan bahagianya luar biasa setiap diajak ke ruang sidang di lantai 2 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”, kenangnya.

Setelah perkara-perkara pidana subversi tersebut diputus, ia kemudian sering datang ke LBH Jakarta sebagai wartawan Majalah Hukum & Pembangunan FHUI. Disana ia bertemu dengan para senior LBH Jakarta yang turut membentuk idealisme-nya di bidang hukum dan penegakan hukum. “Saya banyak belajar dari para senior LBH seperti Todung Mulya Lubis, Mas Achmad Santosa, Luhut MP Pangaribuan, A. Hakim Garuda Nusantara tentang pembelaan terhadap masyarakat yang terzalimi keadilan hukumnya, saya belajar menjadi public interest lawyer”, ujar Arsul.

“Cita-cita menjadi diplomat berubah setelah saya berkenalan dengan Bang Buyung Nasution dan para tokoh LBH tersebut. Saya pengin menjadi praktisi hukum saja yang bisa membela hak dan kepentingan hukum masyarakat di bawah”, lanjut Arsul.Di LBH Jakarta-lah Arsul memulai perjalanan hidupnya sebagai seorang praktisi hukum dan ia berhenti total ketika terpilih sebagai anggota DPR RI hasil Pemilu 2014.

Kebiasaan menulis Arsul telah membuahkan 3 (tiga) buah buku tentang hukum, penegakan hukum serta relasi Islam dengan negara ditambah sejumlah artikel yang daftarnya dapat dilihatpada bagian Buku dan Artikel dalam profil hakim konstitusi ini.

Cita-cita seorang Arsul Sani yang suka humor ini sebenarnya sederhana saja: menjadi khairunnas anfaauhum linnas. Ya, menjadi sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia lain.

Itulah profil dan rincian harta kekayaan Hakim Konstitusi.***

Editor: Sutrisno Tola

Sumber: LHKPN mkri.id

Tags

Terkini

Terpopuler