PIKIRAN RAKYAT BMR - Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa hasil Pilpres 2024 menarik perhatian dengan adanya dissenting opinion dari tiga hakim konstitusi. Tiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, yang memiliki pandangan berbeda dari mayoritas hakim yang memutuskan sengketa tersebut.
Dissenting opinion, atau pendapat berbeda, adalah istilah dalam bidang hukum yang merujuk pada pendapat yang tidak sejalan dengan mayoritas dalam suatu keputusan pengadilan.
Dalam konteks sidang MK, dissenting opinion adalah pandangan yang berbeda dari putusan mayoritas yang diungkapkan oleh hakim konstitusi.
Pada sidang putusan sengketa Pilpres 2024, delapan hakim termasuk ketua MK, Suhartoyo, memberikan keputusan untuk menolak permohonan Anies-Muhaimin.
Alasan utama dari dissenting opinion tiga hakim MK adalah dugaan ketidaknetralan sebagian Penjabat Kepala Daerah yang diduga menyebabkan Pemilu 2024 tidak berjalan jujur dan adil. Selain itu, isu politisasi bantuan sosial (bansos) dan mobilisasi aparat negara juga menjadi pertimbangan utama.
Meskipun dissenting opinion tidak mengubah keputusan MK yang bersifat final dan mengikat, keberadaannya penting karena menunjukkan adanya perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan. Hal ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggaraan Pilpres di masa mendatang, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses hukum di Indonesia.
Dengan demikian, dissenting opinion dalam putusan sidang MK sengketa Pilpres 2024 memperkaya diskusi hukum dan menegaskan pentingnya pluralisme pendapat dalam pengambilan keputusan yang berdampak besar bagi negara.
Diketahui dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024, terdapat tiga hakim konstitusi MK yang memberikan dissenting opinion, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.