Dalam perkembangan kasus ini, ada dua hal yang tidak terungkap, yakni motif dan siapa yang memberi perintah kepada sejumlah anggota Densus 88 menguntit atau memata-matai Jampidsus Febrie Adriansyah.
Apakah ada Bosnya yang memerintah dan ada motif dalam kasus dugaan sejumlah anggota Densus 88 menguntit atau memata-matai Jampidsus Febrie Adriansyah?, belum ada jawaban resmi dari Polri.
Apakah ada alasan dan ketakutan lain dari Polri mengungkap kasus dugaan anggota Densus 88 yang menguntit atau memata-matai Jampidsus Febrie Adriansyah secara terang?, juga tidak bisa dipastikan.
Namun, ada beberapa analisa dari tokoh terkait kasus dugaan nggota Densus 88 yang menguntit atau memata-matai Jampidsus Febrie Adriansyah.
Analisa terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah diduga dimata-matai oleh sejumlah anggota Densus 88 ini, datang dari Guru Besar Universitas Padjadjaran Prof. Muradi.
Analisa dari Guru Besar Universitas Padjadjaran Prof. Muradi terungkap bahwa, kasus dugaan spionase tersebut seharusnya tidak terjadi apabila Jampidsus secara clear menangani kasus ini dengan utuh.
Dijelaskan Muradi, Jampidsus menyerempet kasus timah yang memunculkan risiko politik yang juga diduga melibatkan elite-elite di TNI, Polri, termasuk elite politik.
Muradi menyarankan Jampidsus tidak memilah siapa saja yang akan diproses dalam kasus timah.
Muradi juga mengatakan spionase ini juga akibat dari kurangnya sinergitas antara beberapa lembaga. Lembaga tersebut yaitu Kejaksaan Agung itu sendiri, KPK, dan Polri. Para lembaga ini punya cara masing-masing dalam menangani kasus.
"Kasus spionase yang menimpa Pak Febri sebagai Jampidsus ini seharusnya tidak perlu diperdebatkan atau disalahkan. Ini juga pernah menimpa Pak Tito Karnavian yang saat itu menjabat sebagai Kapolri," kata Muradi saat diwawancarai pada Minggu, 26 Mei 2024, dilansir dari pikiran.rakyat.com
Spionase ini pun sebagai bentuk saling mengingatkan, jadi apabila tidak merasa mempunyai masalah maka sebaiknya bersikap biasa saja.